From 7 to 27

Kadang, yang kita butuhkan adalah satu keputusan spontan tanpa banyak pertimbangan. Just do it, and think about it later. Keputusan spontan juga yang membawa saya sampai ke Korea Selatan, dua bulan lalu. Waktu denger ada temen kantor yang udah ngegeng mau liburan ke Korea, saya langsung memberanikan diri ijin nebeng, lalu langsung beli tiket. Gitu aja, ga pake mikir lagi.. Baru lah setelah tiket dibeli, mulai pusing mikir apply visa, hunting jaket (yang akhirnya minjem temen), sampe printilan semacam browsing skincare yang mumpuni untuk survive di cuaca dingin dan kering di Seoul nanti. Trust me, you don’t want to travel with ugly cracked facial skin.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk share tentang lokasi-lokasi wisata mana aja yang saya kunjungi selama di Korea, betapa cantiknya objek wisata itu, gimana cara ke sana, and so on. We have lots of travel books written for that. Instead, saya ingin berbagi tentang hal-hal kecil yang sederhana, tapi memorable buat saya.

Jatu 160530e.jpg

ilustrasi – sumber:pexels.com

Teknologi Korea dan Betapa Udiknya Saya

Hari pertama di Korea, I got flustered by a door! Ceritanya berawal ketika saya sampai di guesthouse tempat saya akan tinggal selama liburan di Korea (guesthouse nya dijaga anjing yang ukurannya intimidatif, tapi ternyata magernya ga ketulungan), dan check in di sana. Ketika cek in, saya beberapa kali minta kunci pintu ke ajushi pemilik guesthouse. Tapi ajushi ini cuma bilang, “yeah,, yeah,, just wait,, I’ll show you later, don’t worry, don’t worry..”. And I was just like “Duuuude, I need my key!”. Sampai pada akhirnya urusan cek in dan bayar-bayaran selesai dan si ajushi mengajak saya masuk guesthouse untuk menunjukkan kamar saya dan shared facilities yang ada. Nah! Begitu saya sampai di depan pintu, baru lah saya malu dan sadar akan keudikan saya. Pintu di guesthouse saya sudah pakai kunci dengan numerical password. Jadi kita tinggal input nomor password pintu, and enter. Bye bye lah anak kunci logam dan kunci kartu yang masih dipakai di sini. So guys, please save yourself some dignity while staying in Korea by not repeatedly asking for a key. 😀

Momen lain yang membuat saya merasa bodoh dan jadi rugi ribuan won adalah ketika saya harus melewati pintu tap stasiun. Itu lho, gate berpalang tempat kita tap kartu kereta sebelum masuk stasiun subway. Saya gagal melewati gate itu karena koper yang (bodohnya) saya taruh di depan saya, nyantol dan gagal lewat gate, sementara gate nya sudah kekunci lagi. Saya scan kartu lagi, gagal. Beberapa kali. Akhirnya saya berpikir kalau kartu ini gagal scan karena deposit di dalamnya kurang, karena memang saat itu saldo uang d kartu pas banget buat sekali perjalanan terakhir ke airport. Jadi saya pikir kartu kereta saya sudah habis saldonya karena sudah di-tap tadi. Saya nambah deposit lah demi bisa masuk ke stasiun. Tap lagi, gagal lagi. Udah mulai putus asa. Tapi kemudian ada satu temen saya yang maju bak pahlawan, ngetap kartu saya di sisi keluar, seolah saya keluar stasiun, lalu tap lagi di pintu masuk. Dan voila! Saya berhasil masuk stasiun. Jadi karena tadi kartu saya sudah tercatat masuk stasiun, akan error kalo dipake buat masuk lagi. Kartu itu harus dicatatkan seolah keluar dulu, baru bisa dipakai scan masuk stasiun lagi. Tanpa pengurangan saldo deposit di dalam kartu. Astagaa….

Berbagi Ruang di Guesthouse

Satu hal yang membuat saya ga nyaman ketika mereservasi penginapan adalah fakta bahwa penginapan di Seoul yang harganya terjangkau kebanyakan berbentuk guesthouse dengan shared room. Hotel ada juga sih, tapi rate per malamnya bisa bikin budget liburan kalian bablas buat bayar penginapan doang. Di guesthouse, satu kamar setidaknya akan dihuni 4 orang. Tapi untungnya ada yang all-female room. Udah lah males banget ngebayangin tinggal sekamar bareng orang asing, berbagi toilet, ngebayangin ninggal koper dan barang lain di kamar tak terkunci yang juga ditinggali orang lain. Doa saya adalah semoga tidak ada teman sekamar yang punya kebiasaan tidur ajaib dan tangannya ga jail.

But, guess what? Guesthouse turns out to be fun!! Guesthouse yang saya tinggali berbentuk rumah, dan punya living room di mana para penghuni guesthouse bisa makan, nonton tivi, atau sekedar duduk duduk dan ngobrol. Di sini lah tercipta interaksi yang menyenangkan antar penghuni guesthouse. Saya ketemu cewek Finland yang niat liburan satu bulan di Korea dan nonton rangkaian konser Sechkies; ketemu cewek cewek Taiwan fans EXO yang rela ngantri semalaman dengan suhun mendekati titik beku demi tiket konser EXOlution Encore; ketemu bapak guru les SMA yang looks like 30 but actually almost 50; mbak engineer yang bisa bahasa Korea-Jepang-China-Inggris yang pindah kerja ke Jepang karena kerja di Jepang lebih selow daripada Korea (like, seriously?); juga Chinese American fanboy nya Jessica ex-SNSD yang tinggal di Korea dan jadi guru Bahasa Inggris di SD sana. Interaksi ini menambah warna di liburan saya. Pun barang-barang saya juga aman meski ditinggalin di koper tanpa gembok. Try to stay in guesthouse, it’ll be fun!

Subway Experience

Satu hal yang paling noticeable di Seoul adalah jalanan yang ga macet dan pengemudi yang behave (tapi pengendara motor di sana pecicilan dan jalurnya sama dengan yang digunakan pejalan kaki, please be noted). Mayoritas warga Seoul lebih banyak naik subway. Jaringan kereta bawah tanah di sana sudah baguuus dan luaaaaas banget sampe seolah-olah berasa ada dua Seoul yang bertumpuk. Seoul di permukaan dengan segala gedung dan aktivitasnya; dan Seoul bawah tanah yang isinya jaringan kereta yang menghubungkan seluruh Seoul.

jatu 160530d

ilustrasi lagi- sumber:pexels.com

Selain jaringan yang luas, masih banyak banyak hal keren di subway Seoul. Pertama, di setiap gerbong ada monitor yang menayangkan posisi kereta sudah sampai di stasiun mana, dalam empat bahasa: Korea, Inggris, Mandarin, Jepang. Menjelang masuk stasiun, aka nada pengumuman audio, juga dalam empat bahasa. Foreigner friendly banget lah subway di sana. Tapi itu bikin saya menyesal juga karena belum sempet nyobain naik bis di sana dan sok sok mellow ala drama korea.. ahahahak..

Kedua, ada English-speaking granpa di stasiun yang sigap membantu turis-turis tersesat untuk kembali ke rute yang tepat. Saya sempat mendengar kalau ini adalah salah satu program pemerintah untuk memberdayakan para orang tua yang sudah pension, supaya mereka tetap berkegiatan dan merasa beguna buat society-nya. I really do appreciate this program, and the grandpas speak English very well!!

Ketiga, one thing that I really be thankful of: coffee vending machine. Behubung saya datang ke Korea di akhir musim dingin, masih dapet lah suhu suhu mendekati titik beku gitu.. Jadi keberadaan mesin kopi panas di stasiun itu sesuatu yang berhargaa banget. Kopinya juga murah, cuma butuh 300 won untuk beli satu cup kecil kopi susu hangat. Cukup lah buat menghangatkan tangan dan badan sementara nunggu kereta datang.

Going Back Home

Saya sangat menikmati hari-hari liburan di ibukota Seoul ini. Tapi bahkan sejak saya masih di Incheon nunggu boarding, saya sudah punya niat untuk kembali lagi ke sini. Liburan kali ini berharga karena saya berkesempatan mengunjungi banyak tempat wisata. Tapi karena punya target untuk mengunjungi banyak tempat yang sudah terjadwal di itinerary, we’re a bit rushed. Pengen rasanya balik lagi ke Korea dengan rencana liburan bertema “menikmati hidup ala Seoul citizen”. Isinya: nongkrong di coffeeshop cantik, strolling di Hongdae, K-Pop fangirling lagi, keliling Myeongdong sampe kaki pegel, mungkin tambah lanjut ke Busan nengok mertua. Ahahahak…

Then my trip officially ends when I land in Soekarno Hatta Airport. I am officially back, from 7 to 27 (degree celcius).

jatu 160530b.jpeg

dan ilustrasi lagi. source:pexels.com

2 thoughts on “From 7 to 27

Leave a comment